© 2007 Edwin Ngangi
Posted by Edwin Ngangi, ewiend_ngangi@yahoo.co.id
PEMBERONTAKAN PERMESTA
Oleh :
Joseph Frans Natanael Ngangi (CHEP)
Bagian 5
TJAPER PATRIOT
PERMESTA
..Sebuah kesaksian tragis terjadi di Kilo 11.
Ketika 5 orang Tjaper dalam formasi sedang bergerak maju menyusuri tepi jalan
aspal, tiba-tiba terdengar desisan mortir yang jatuh tepat pada deretan Tjaper tersebut.
Setelah kepulan asap mesiu menipis terlihat akibat ledakan, 3 anggota yang tak
sempat tengkurap mengalami cedera di seluruh tubuh. Anggota yang di depan, satu
kakinya entah ke mana. Teman yang tengkurap di belakangnya kehilangan sebagian
kepalanya. Pakaian kami kena cipratan darah segar
!!
Setelah seminggu di Front
Pineleng, kami ditarik ke posko Kinilow. Malamnya kami mengawal dua regu
penembak senjata berat. Mereka memikul 2 unit meriam STB dengan 6 bom roketnya.
Dalam kegelapan malam yang sedang hujan gerimis, dengan susah payah kami merintis
jalan hutan. Untuk menjaga jangan ada yang tersesat, kami menggunakan akar
pohon(?) yang mengandung fosfor. Itu diikat pada helm masing-masing. Tiba di
Koka, kami istirahat dan diberi izin
merokok. Kemudian kami menuju perbukitan di belakang Kampung Teling (sekarang
galian tras). Sampai di tempat, kami menyiapkan lokasi penembakan STB. Setelah
dipertimbangkan, Mayor John Ottay membatalkan rencana penembakan STB tersebut. Beliau
meragukan akan kemampuan dan keakuratan tepat sasaran para penembak. Akhirnya kami diperintahkan pulang kembali ke Kinilow.
Kami melalui lagi jalan rintisan brengsek tersebut !
Pada
tanggal 16 Agustus 1958 sekitar jam 7 pagi, ketika seluruh anggota peleton Combat yang semalam baru tiba dari
Lota sedang mandi dan mencuci pakaian mendapat perintah untuk segera bersiap
memperta-hankan Kota Tomohon dari serangan musuh. Musuh se-dang bergerak dari
arah Tondano. Dari Posko Kinilow pele-ton kami dengan se-ragam perang yang
masih basah kuyup dan dengan senjata yang belum sempat dibersihkan, berjalan
dalam formasi siaga. Kami menuju pusat
Setelah kami mengiakan perintahnya, Piter langsung pergi. Tetapi
karena penasaran akan sikap dan gelagat mencurigakan dari beliau, peleton kami
kembali dalam formasi siaga. Kami bergegas stenga berlari langsung ke pusat
Karena merasa lokasi standby kurang pas kami bermaksud mencari
posisi yang lebih strategis untuk menghadapi serangan. Menurut informasi, musuh
telah berhasil menerobos Koya dan Tataaran. Bunyi baku tembak terdengar dari
arah Kasuang (sekarang kompleks pariwisata dan resto). Niat kami naik ke Kaaten
dicegah oleh seorang letnan yang mengaku
sebagai perwira penghubung dari Mayor Mongdong.
Pada kira-kira jam 1 siang
tiba-tiba terdengar brondongan tembakan dari perbukitan di atas kampung
Paslaten. Kemudian diikuti dentuman dan ledakan mortir ke seluruh penjuru kota.
Serentak seluruh Pasukan Permesta yang
tadinya standby di jalan raya
bergerak ke arah sumber tembakan. Saat hendak memasuki jalan pasar kami
ditodong oleh sekelompok pasukan Mongdong. Pasukan ini tadinya membelakangi
kami. Untuk menghindari konflik antar kawan, kami kembali lagi ketempat semula.
Masih dalam kebingungan, kembali muncul
kelompok keremus tadi. Dalam jarak 20 meter berteriak Kalu mo mundur lepas ngoni pe senjata! Timbul niat anggota kami untuk
menyiasati. Dengan meletakkan senjata sambil berjalan mundur berseru Datang ambe jo. Ketika mereka sudah
mendekat kira-kira 10 meter, kami secara serentak mencabut hand granat masing-masing. Kami bersiap melemparkan ke arah pasukan
arogan tersebut. Tetapi mereka duluan
lari pontang panting. Bersembunyi ! Demikian pula yang dialami oleh kesatuan
Permesta lainnya. Mereka terpaksa turun kembali ke jalan raya. Karena termakan
gertak sambel dari pasukan Mongdong sebagian besar menyerahkan senjatanya.
Pada
akhirnya masuk informasi. Sebenarnya atas perintah Mayor Eddy Mongdong, pos-pos
strategis di Tomohon telah disterilkan pada malam sebelumnya. Dan tidak boleh
ditempati oleh kesatuan Permesta lain. Pada siang tersebut pasukan Mongdong
dipimpin oleh Piter Tumurang telah
menjemput tentara pusat di batas Kota Tomohon (sekarang kompleks
terminal dan pasar).
Setelah mendapatkan kabar buruk
tersebut dan dikecewakan akan kurang jelasnya sikap para pimpinan Permesta yang
seolah masa bodoh dengan ulah Mayor Mongdong, para anggota Peleton Combat yang masih kebingungan dengan
penuh rasa kesal dan marah membiarkan ayunan kaki melangkah lunglai tanpa arah
tujuan. Dan dengan airmata emosi berteriak-teriak histeris ...mongdong pengkhianat
mongdong
koinamu...[2]!
Yang dipertanyakan, mengapa dari pihak
pimpinan tertinggi Permesta tidak ada sesuatu tindakan apapun terhadap
penyelewengan pasukan Mongdong? Mengapa tidak dikeluarkan perintah menghabisi
pasukan pembelot tersebut? Mengapa Tomohon hanya dibiarkan pada Tjaper-Tjaper
yang saat itu bingung. Melongo. Dan melepas Tomohon tanpa satupun tembakan!
Ironisnya lagi saat musuh telah menduduki Tomohon, markas
komando Permesta bersama pasukan intinya langsung dievakuasi dari Kawangkoan ke
Tompaso Baru (kurang lebih 100 km dari
Akan hal pengkhianatan Mayor Eddie Mongdong, tersebar dugaan
bahwa masaalah tersebut telah diketahui sebelumnya oleh Pimpinan Permesta. Maka
Sumual menugaskan Kolonel Kawilarang menemui Mongdong di Kakaskasen. Memang
pada sekitar jam 9 pagi tanggal 16 Agustus 1958, 4 jam sebelum TNI menduduki
Tomohon, Kawilarang berpakaian kheki drill, celana pendek, sandal jepit,
dengan motor ARIEL dari Kakaskasen
melintas di jembatan Sineleyan. Beliau melintas di barisan Peleton Combat yang sedang bergegas ke pusat
Kejatuhan Kota Tomohon merupakan tragedi yang tragis. Padahal para Tjaper
telah siap mati kalu mati mempertahankan Tomohon. Dari kelompok 9 Tole
Tomuung ex-Peleton Combat Kompi
Kinilow yang menyebut diri Seven Dollar
Men [3] yang telah gugur saat perang frontal
di Manado adalah: Kobus Holungo. Kobus yang karena humoris, oleh teman-teman
dipanggil Bleiblei.
Anggota lain yang tewas pada masa
gerilya, saat tidak lagi bersama dalam satu kesatuan, adalah: Stani Randang
(Lokon), Butje Mengko (Kawangkoan Aermadidi), dan Jopi Senduk (Tincep).
Akhir kata untuk x-Nine
Brother in War yang gugur :
Youre the Permesta
Heroes, God Bless You
.
lanjut ke Bagian
6
kembali ke Bagian 4
999999999*999999999
[1] Piter Tumurang (asal Talete) buta
huruf, brutal, berpostur tinggi tegap, rambut kemerah-merahan, sebelum Permesta
sehari-harian bapake rupa cowboy Texas,
topi lebar, pada pinggang tergantung 2 buah pisau stilleto,
biasanya menunggang kuda ban rampasan, mondar-mandir, membuat onar dan sering
mengobrak-abrik tenda jualan di pasar Tomohon.
[2] Ed.: umpatan makian sangat kasar.
[3] Sehari sebelum mendaftar ke Staf Umum
- I KDM SUT di Pineleng, kami ber-9 ada punggu doi 700 pera di depan foto studio
Ju Eek, langsung singga ba foto, pada batu tulis yang biasa so tersedia, kami
tulis SEVEN DOLLAR MEN, kemudian makang biapong di rumah kopi Kit Sang,
sisanya pake ba uni di Sonja Teater.
Uploaded on http://tumoutou.com/permesta by rudyct