©
2007 Edwin Ngangi
Posted by Edwin Ngangi,
ewiend_ngangi@yahoo.co.id
PEMBERONTAKAN PERMESTA
Oleh : Joseph Frans Natanael Ngangi
(CHEP)
Bagian 9
Tjaper as Guerilla Fighter
Bunyi gesekan dan patahan semak belukar pertanda bahwa jarak musuh sudah
sangat dekat. Perintah bisikan: Kanan
maju dari komandan musuh, dilatah spontan oleh seorang Tjaper
bingo-bingo dengan berkata: Sama sama
maju! Kelatahan ini membuyarkan
rencana penyergapan kami. Baku tembak terjadi selama sepuluh menit. Dan ketika
dari markas yang sedang terbakar tidak terdengar lagi suara tembakan, kamipun tumingkas
Markas
berikut di Kobong Goro. Lokasi terletak 200 meter garis lurus dari Desa Sea. Barak-barak
dibuat pada miringan bukit. Dari lokasi markas terlihat jelas kota Manado. Dari
markas tersebut Serangan Umum ke Kota Manado diikuti oleh 3 kompi dari Batalion
Tarantula. Pasukan Kaunang ditugaskan menyerbu Bahu dan Malalayang. Satu regu
dari Peleton-I menerobos sampai ke depan
asrama Mobrig. Setelah menembaki pos penjagaan dari seberang jalan (sekarang
kantor PLN) kami berbalik. Ketika sedang berupaya membongkar papan jembatan
(sekarang depan Bahu Mall) kelompok kami terkejar panser musuh. Kamipun lari
masuk kampung. Kemudian menggerebek Pos TNI di pekuburan Bahu. Kami berhasil
menembak mati komandan pos-nya. Dalam Serangan Umum tersebut kami kehilangan
1 anggota Peleton-II yang tertembak di Pos TNI
Bahu (sekarang kompleks Pasar Bahu). Kami berhasil menangkap seorang
inspektur polisi.
Seminggu
kemudian, Markas Goro diserang tentara pusat. Seorang anggota Peleton I yang kepergok sedang memanjat kelapa di
belakang
Pada pertengahan 1960, Mayor Boy Potu
memerintahkan Pasukan Kaunang menduduki Woloan (3 km dari Tomohon). Perintah
ini untuk mengamankan Markas Batalion di Taratara yang rawan disusupi musuh. Disamping
itu juga untuk menertibkan kesatuan arogan yang sering memeras penduduk.
Setelah menempatkan 1 regu piket di komando batalion, dengan bantuan penduduk
Woloan kami menanam ranjau dari belahan bambu runcing. Ranjau dipasang melebar
50 meter kiri-kanan jalan umum sampai ke batas perkebunan Tomohon (Susupuan). Dalam serangan TNI ke
Woloan kami kehilangan Kmd. Regu 1 Peleton-III serta wakilnya dan satu anggota
tewas dari Kompi Itja Supit . Di pihak musuh banyak yang cedera oleh bom wowo.
Ini karena mereka dikejutkan oleh
brondongan barbren. Saat terkejut, mereka
melompat ke kebun ranjau.
Suatu
ketika tentara TNI pusat dari Tanawangko menggerebek dan mengobrak-abrik
rumah-rumah di Lola. Alasan mereka untuk mencari gerilya Permesta. Penduduk
yang ketakutan lari dengan pakaian di badan mengungsi ke Taratara.
Laporan
dari pengungsi bahwa mereka selama ini diperas oleh anggota Batalion Badak
Hitam. Selain itu, pohon-pohon cengkih penduduk ditebang, buahnya mereka jual
melalui Pos TNI di Tanawangko. Pemilik yang berkeberatan dijadikan tahanan. Beberapa
perwira Permesta yang coba menghalangi diancam akan dibunuh.
Oleh Boy
Potu, penulis ditugaskan memimpin pasukan untuk menangkap Mayor Lawalata,
Komandan Batalion Badak Hitam merangkap Komandan Sub Wehrkreise Lokon. Dengan kekuatan 2 peleton dari Taratara kami melintasi
lereng Gunung Kasehe. Pukul 5 subuh kami telah berada dalam Hutan Gunung Tatawiran.
Di saat melacak lokasi markas Badak Hitam, dalam suasana yang masih remang-remang,
kami memergoki seorang berjacket hijau, mengaku kurir dari Mayor Lawalata yang
ditugaskan membawa laporan ke Let.Kol. Wim Tenges, Komandan Wehrkreise III.
Setelah mengenali oknum tersebut, saya perintahkan mengikatnya dan menyita
pistol FN-nya. Mungkin Lawalata sudah punya firasat buruk sehingga coba
menghindar dari pengejaran. (Sebelum Permesta, Penulis telah
mengenal sersan Lawalata yang memacari pembantu rumah dari tante saya).
Pasukan kami secara serempak menyerbu barak-barak kompi
markas. Menyergap dan melucuti anggota-anggotanya yang semula coba melawan. Namun
setelah mendapat beberapa tembakan mereka menyerah. Begitu pula nasib komandan
kompi markas yang saat disergap dalam gubuk masih asyik tidur berpelukan dengan
pasangan-nya. Beliau mohon diizinkan pulang ke Woloan. Kami juga menemukan para
tahanan Mayor Lawalata. Mereka terdiri
dari beberapa perwira Permesta dan 2 warga Lola. Mereka ditemukan disekap dalam sebuah lobang. Diantaranya: Kapten
Lantang, mantan Hukum Tua Walian Tomohon. Lantang mengaku hari itu sudah akan vonis
tembak mati.
Memasuki
kampung Lola yang kosong penduduk, kami diperhadapkan dengan suatu pemandangan
tragis. Rumah-rumah penduduk porak-poranda. Seluruh perabot dan harta benda
milik warga berhamburan di kintal. Pecahan barang-barang keramik, tumpukan pakaian, serta berkas lembaran
surat-surat berserakan sepanjang jalan.
Tiba kembali di
Taratara kami dielu-elukan bak pahlawan menang perang oleh kerumunan
masyarakat pengungsi yang berjubel di pinggir jalan. Setelah memberi laporan,
kami menyerahkan Lawalata kepada Komandan Batalion Tarantula. Boy Potu
memerintahkan supaya seluruh senjata rampasan juga harus diserahkan. Perintah
ini ditantang oleh anggota-anggota kami. Kami meng-arahkan laras
senjata-senjata tersebut ke Boy Potu sambil berseru
Pelucutan Batalion Badak Hitam merupakan aksi
terakhir dari Pasukan Jan Kaunang dalam masa gerilya. Penugasan pasukan kami
dalam tahap penyelesaian pergolakan Permesta
antara lain: pengamanan Perundingan Malenos, menjemput Komodor Muharto
dari Mahawu, pengawalan Alex Kawilarang masuk Kota Manado dan pengamanan
upacara defile di Susupuan, batas perkebunan Tomohon dan Woloan, bersama-sama
dengan kesatuan Brawijaya.
Dalam upacara defile
di Perkebunan Susupuan tersebut, diselenggarakan pada April 1961, bertindak
selaku inspektur upacara adalah MayJen. Alex Kawilarang dari pihak Permesta,
dan MayJen. Hidayat dari MBAD.
Selesai
parade dilanjutkan dengan ramah tamah. BrigJen. Sunandar, Panglima Komando
Daerah Militer (KODAM) XIII Merdeka yang meliputi Sulawesi Utara dan Tengah,
khusus mengundang Jan Kaunang untuk berkenalan. Komentar beliau kepada Mayor
Boy Potu, Saya mengira Jan Kaunang itu
berbadan besar, tegap dan galak. Koq kecil kurus, tangannya bengkok,
hidung bengkok, agak bongkok
lagi [1]
Sekedar
mengevaluasi kondisi terakhir personil Pasukan Jan Kaunang: jumlah anggota yang bersenjata 144 orang,
ditambah staf, kelompok logistik dan keluarga. Seluruhnya berkisar 200 orang dengan pimpinan inti pasukan :
·
Jan Kaunang
selaku Komandan Pasukan, asal Kolongan Tomohon
·
Jo Simbo
selaku Komandan Peleton-I asal Talete Tomohon, kemudian diganti oleh Chep
Ngangi merangkap Wkl. Komandan Kompi,
asal Walian Tomohon (penulis).
·
Salmon Kaunang
selaku Kepala Staf merangkap Komandan Pengawal, asal Kolongan.
·
Anton Wenur
selaku Kmd. Peleton-II asal Kolongan Tomohon, kemudian diganti oleh No
Mantiri, asal Paslaten Tomohon.
·
Max Kaunang
selaku Kmd. Peleton-III, asal Kolongan Tomohon.
Dan
untuk mengenang akan pengorbanan teman-teman Tjaper dalam perjuangan yang
sia-sia, sepantasnya bila nama-nama mereka dicantumkan dalam tulisan ini :
·
Cedera berat:
Ottay asal Tinoor yang kehilangan kaki kanan terpijak boobytrap
·
Luka ringan:
Beny Tinangon asal PaslatenTomohon; Eduard Umboh asal Bahu; Samuel Tumbel dan
Ceng Sumarauw keduanya asal Warembungan; Herman Rende Wk. Kmd. Pel-III dan Max
Teleng Kmd. Regu 1 Pel-III keduanya asal
Sea; Rael Kaparang Kmd.Regu 1 Pel-I, Lian Wenur dan Boy Mait ketiganya asal
Kolongan. Last but not Least juga
Jan Kaunang, Komandan Pasukan yang jari telunjuk putus.
·
Tewas: Berti
Lempoy asal Sea, dalam 14 jam selaku
Komandan Regu 3 Peleton I; Lontaan asal Tinoor, anggota Regu 2 Peleton-II; Piet
Mantiri asal Paslaten Tomohon, Komandan Regu 1 Peleton-III; Joni Sege asal
Malalayang, Wk. Komandan Regu 1 Peleton-III; Marentek asal Tinoor, tewas 17
Agustus 59 di Pos TNI Kleak; Hans Marentek asal Bahu, dibunuh oleh Batalion
Badak Hitam.
Demikianlah
suka duka yang kami alami tahun 1958-1961 waktu
bergerilya di pinggiran Kota Manado dan Tomohon, gejolak jiwa avonturis para kaum muda Minahasa
dikompensasikan dengan bervivere pericoloso dalam perjuangan
membela Permesta.
Akhir kata Bravo
Patriot Permesta dan Viva
my Minahasa Land
*******************
lanjut ke Bagian
10 (penutup) kembali ke
Bagian 8
Uploaded on http://tumoutou.com/permesta by rudyct
[1] Sebelum pergelokan Permesta Jan Kaunang dalam usia 16 thn telah bergabung dengan gerombolan PKK kelompok Len Karamoy, sewaktu ditugaskan membunuh seorang letnan TNI, dalam perkelahian, punggung, lengan dan hidung dari Jan Kaunang luka parah kena sabetan pedang samurai.